Rambutnya semua telah
memutih, termasuk jenggot dan alisnya, keriput kulit dibadannya sudah dapat
ditandai bahwa sosoknya memang dapat dikatakan sudah sangat dewasa. Usianya kisaran
diatas 60 tahunan. Namun sosoknya tak kalah dengan pemuda yang masih energik
dalam urusan jalan kaki.
Satu-satunya jalan
darat yang menghubungkan antara Indonesia dan
Timor Leste, dengan suasana hutan dan jalan-jalan berliku berhias jalan
menurun dan mendaki disekelilinganya,
Sosoknya dapat ditemui disebuah
gubuk yang sangat sederhana, tepatnya di desa Oebobo, Kecamatan Batu Putih,
Kab. Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Masjid Arrahman adalah
markas dakwahnya bersama sahabatnya Ust. Mohammad
Ilyas yang usianya
sebaya dengannya. Hanya masjid itulah
yang digunakan oleh masyarakat muslim dari 3 kecamatan yang ada disekitarnya
seperti kecamatan Mollo, Batu Putih. Dan Kec. Mollo Selatan.
Tantangan alam dan
psikis sudah ia rasakan, mulai dari diri sebagai minoritas, susahnya pendidikan
yang berbasis Islam, susahnya mendapatkan makanan yang halal khususnya ketika
acara hajatan, hingga jauhnya masjid
sebagai tempat ibadah bagi masyarakat muslim, dengan jarak mencapai 22 KM yang
harus ditempuhnya, khususnya bila akan menunaikan ibadah sholat jum’at.
Termasuk banyaknya masyarakat muslim yang murtad (keluar dari Islam) karena
pengaruh budaya dan adat istiadat yang sangat kuat, sehingga sangat mudah
terpengaruh.
Tahun 1990 hijrah dari
kampung halamannya di kabupaten Flores Timur, menuju Kecamatan Batuh Putih.
Hanya 9 keluarga yang menjadi muslim waktu itu. Banyak hal yang harus beliau
lakukan untuk membina umat.
Satu persatu pedalaman
kampung ia jalani, dengan satu tekad memberikan pemahaman Islam kepada
masyarakat muslim adalah pekerjaan yang berat untuk disadarkan. Bahkan tak sedikit tradisi dan pradigma
masyarakat waktu itu, yang menganggap biasa hamil diluar nikah sebelum
melakukan pernikahan.
Walau hidup dengan
susah dan tempat tinggal yang sangat sederhana, semangat dakwahnya tak pernah
luntur dengan badai. Keyakinan dan iman yang kuat adalah modal dasar yang
menjadikan dirinya tetap teguh pada iman yang diyakininya. “Kita disini bertahan karena kasihan pada umat, walaupun harus hidup
susah”!. Ujar ustad yang berprofesi sebagai petani itu dengan logat khas
timornya.
23 tahun berjuang
dijalan dakwah Islam, Alhamdulillah sudah terdapat 49 KK yang menjadi Muslim dalam satu kecamatan Batu
Putih. Berdirinya 1 masjid di Kecamatan
tersebut adalah hal yang telah terimpikan saat ini, walau manfaatnya dirasakan
langsung oleh keluarga muslim di dua kecamatan lainnya. Alhamdulillah pula,
akan segera kita bangun sebuah Musholla sederhana 7 KM lagi dari desa kami.
Tambahnya
Kini Abdul Qodir
Djailani sudah mulai bisa bernafas agak lega, walau impiannya memiliki lembaga
pendidikan yang berbasis Islam didaerahnya belum terpenuhi, namun berkah dari
adanya Pesantren Hidayatullah yang berada kota Kupang, putra dan putrinya dapat
menempuh pendidikan dan lingkungan yang baik dari pesantren Hidayatullah
tersebut. Termasuk salah satu putrinya yang sedang menempuh pendidikan tinggi
di kota Kupang, dapat tinggal di Pesantren Mahasiswa Milik Hidayatullah secara
gratis.
Semoga eksistensi
Islam terus menggema di santero pedalaman Negeri ini. kita doakan semoga
ukhuwah masyarakat muslim di daerah tersebut dan daerah lainnya, serta para dai
pedalaman terus Istiqomah di Jalan Dakwah Islam, Hingga Nafas akhir mereka.
Aamien. *** Jules.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar