Kamis, 05 Desember 2013

Ust. Abdul Qodir Djailani Inspirator Da’I dari Pedalaman NTT , Ditengah Minoritas Sebagai Muslim


Rambutnya semua telah memutih, termasuk jenggot dan alisnya, keriput kulit dibadannya sudah dapat ditandai bahwa sosoknya memang dapat dikatakan sudah sangat dewasa. Usianya kisaran diatas 60 tahunan. Namun sosoknya tak kalah dengan pemuda yang masih energik dalam urusan jalan kaki.

Satu-satunya jalan darat yang menghubungkan antara Indonesia dan  Timor Leste, dengan suasana hutan dan jalan-jalan berliku berhias jalan menurun dan mendaki disekelilinganya,   Sosoknya  dapat ditemui disebuah gubuk yang sangat sederhana, tepatnya di desa Oebobo, Kecamatan Batu Putih, Kab. Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Masjid Arrahman adalah markas dakwahnya bersama sahabatnya Ust. Mohammad
Ilyas yang usianya sebaya dengannya.  Hanya masjid itulah yang digunakan oleh masyarakat muslim dari 3 kecamatan yang ada disekitarnya seperti kecamatan Mollo, Batu Putih. Dan Kec. Mollo Selatan.

Tantangan alam dan psikis sudah ia rasakan, mulai dari diri sebagai minoritas, susahnya pendidikan yang berbasis Islam, susahnya mendapatkan makanan yang halal khususnya ketika acara hajatan,  hingga jauhnya masjid sebagai tempat ibadah bagi masyarakat muslim, dengan jarak mencapai 22 KM yang harus ditempuhnya, khususnya bila akan menunaikan ibadah sholat jum’at. Termasuk banyaknya masyarakat muslim yang murtad (keluar dari Islam) karena pengaruh budaya dan adat istiadat yang sangat kuat, sehingga sangat mudah terpengaruh.

Tahun 1990 hijrah dari kampung halamannya di kabupaten Flores Timur, menuju Kecamatan Batuh Putih. Hanya 9 keluarga yang menjadi muslim waktu itu. Banyak hal yang harus beliau lakukan untuk membina umat.

Satu persatu pedalaman kampung ia jalani, dengan satu tekad memberikan pemahaman Islam kepada masyarakat muslim adalah pekerjaan yang berat untuk disadarkan.  Bahkan tak sedikit tradisi dan pradigma masyarakat waktu itu, yang menganggap biasa hamil diluar nikah sebelum melakukan pernikahan.

Walau hidup dengan susah dan tempat tinggal yang sangat sederhana, semangat dakwahnya tak pernah luntur dengan badai. Keyakinan dan iman yang kuat adalah modal dasar yang menjadikan dirinya tetap teguh pada iman yang diyakininya. “Kita disini bertahan karena kasihan pada umat, walaupun harus hidup susah”!. Ujar ustad yang berprofesi sebagai petani itu dengan logat khas timornya.

23 tahun berjuang dijalan dakwah Islam, Alhamdulillah sudah terdapat 49 KK  yang menjadi Muslim dalam satu kecamatan Batu Putih. Berdirinya 1 masjid  di Kecamatan tersebut adalah hal yang telah terimpikan saat ini, walau manfaatnya dirasakan langsung oleh keluarga muslim di dua kecamatan lainnya. Alhamdulillah pula, akan segera kita bangun sebuah Musholla sederhana 7 KM lagi dari desa kami. Tambahnya
Kini Abdul Qodir Djailani sudah mulai bisa bernafas agak lega, walau impiannya memiliki lembaga pendidikan yang berbasis Islam didaerahnya belum terpenuhi, namun berkah dari adanya Pesantren Hidayatullah yang berada kota Kupang, putra dan putrinya dapat menempuh pendidikan dan lingkungan yang baik dari pesantren Hidayatullah tersebut. Termasuk salah satu putrinya yang sedang menempuh pendidikan tinggi di kota Kupang, dapat tinggal di Pesantren Mahasiswa Milik Hidayatullah secara gratis.

Semoga eksistensi Islam terus menggema di santero pedalaman Negeri ini. kita doakan semoga ukhuwah masyarakat muslim di daerah tersebut dan daerah lainnya, serta para dai pedalaman terus Istiqomah di Jalan Dakwah Islam, Hingga Nafas akhir mereka. Aamien. *** Jules.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar